Esai : Yusron Aminulloh
KEBERHASILAN dan kesuksesan seseorang, bukan hanya ditentukan semata-mata oleh prestasinya yang gemilang, karya yang luar biasa, atau terobosannya yang dahsyat, atau apapun istilah yang sekarang dipakai para motivator. Tetapi kunci utama kesuksesan adalah keberhasilan dia menaklukan dirinya sendiri. Melelehkan kesombongan dengan kebersahajaan, mengubur egoisme dengan rendah hati, dan sejumlah hal lain yang memang harus “ditaklukkan” Ambilah contoh yang ingin penulis tulis hari ini. Namanya Nasirun, wong ndeso kelahiran Cilacap dan lama tinggal di Yogyakarta.
Lama saya mendengar nama Nasirun, namun beberapa hari lalu saya sempat bersilaturahmi ke rumahnya. Dia adalah seorang pelukis ternama yang dikenal sebagai pelukis milyuner. Satu julukan yang wajar karena lukisannya memang tergolong mahal. Dan kalau anda ke rumah dan galerynya semakin meyakini bahwa dialah pelukis sukses dan mampu menempatkan dirinya di jajaran pelukis papan atas. Bukan hanya Indonesia tapi dunia.
“Nasirun seorang pelukis yang komplit. Tekniknya tinggi, imajinasinya luar biasa. Ia cerdas dan menguasai konsep, namun ia tidak meninggalkan segi estetik bahkan rasa merupakan sisi terkuat dari Nasirun. Karyanya ekspresif dan imajinatif.
Ia sangat piawai dalam hal yang detail baik rumit sehingga sisi dekoratif pun terpresentasi dengan kuat dalam karyanya. Seperti Affandi, Sudjojono dan Widayat diborong jadi satu,” tegas Dr. Oei Hong Djien (OHD), seorang pecinta seni rupa Indonesia yang sangat disegani di Indonesia. Kenapa Nasirun bisa membuat karya yang sedemikian hebat? Sampai nama-nama besar di Indonesia bahkan kolektor dunia berebut mengoleksi karyanya? Kunci utamanya, Nasirun sudah berhasil menaklukkan dirinya sendiri sebelum dirinya melahirkan karya yang bisa menaklukan hati orang lain. Bisa pencarian diri itu bergelut bersamaan dengan kesehariannya dalam berkarya.
Itu bisa dilihat dari sejumlah kisah kesehariannya yang jarang ditulis. Suatu hari, ia sedang melukis dirumahnya. Tiba–tiba ada seorang anak muda, memakai motor butut datang dan ingin melihat dia melukis.“Saya kemudian ambilkan kursi. Kursinya juga lebih tinggi daripada kursi saya yang saya pakai duduk sambil melukis.
Saya juga ambilkan minuman dan saya melanjutkan melukis,” tutur Nasirun. Dan pemuda itu asyik melihat saya melukis. Tiba-tiba pemuda ini sambil bicara pingin membeli lukisan yang sedang saya lukis. “Mas Nasirun, saya seneng lihat lukisan ini, boleh ya saya beli. ”Kata anak muda itu.
“Aduh bagaimana ya mas, ini mau saya pamerkan,” jawab Nasirun. “Tolonglah mas. Saya seneng sekali dan pingin memilikinya. ” Rengek anak muda ini. Nasirun terdiam sejenak. Sambil dalam hati memikir. Kemudian dengan bahasa yang lugu dan kerendahan hati, akhirnya dia beranikan bicara. “Tapi ini mahal mas. Seratus tujuh puluh lima juta,” jawab Nasirun “Ya mas Nasirun. Gak apa-apa,” jawab anak muda ini.
Tentu saja Nasirun kaget. Dari “potongannya” anak muda ini, pakaiannya T-shirt, naik motor butut. Tetapi kok mau beli lukisan saya. Singkat cerita, anak muda ini meminta nomor rekening Nasirun dan pulang.
Esok harinya ada mobil mewah datang bersama sebuah mobil box. “Pak Nasirun, saya mau ambil lukisan. Ini bukti transfernya, “seorang bapak setengah baya menyerahkan selembar kertas. “Lho…siapa mas yang datang kemarin itu?” tanya Nasirun terheran heran. “Itu anak bapak…” tuturnya sambil menyebut nama seorang tokoh nasional, pengusaha ternama di Indonesia.
Sebuah pelajaran sederhana dan penting. Dan Nasirun sering mengalami peristiwa seperti ini dalam proses menuju sukses seperti sekarang. Bahkan ia pernah dijemput dan diantar sebuah pesawat jet pribadi seorang konglomerat karena ingin bertemu dan mengoleksi karya-karyanya. Semua itu tidak membuat Nasirun sombong dan membanggakan diri.
Bahkan, suatu hari ia pernah diremehkan oleh pegawai dealer ketika mau beli sebuah mobil seharga Rp 400 juta. Semua yang datang ke dealer itu disambut para sales dengan senyum dan minuman teh botol sambil dijelaskan sistem cicilan. Tapi Nasirun karena potongan rambutnya gondrong, pakai celana pendek tidak ada satupun yang mau melayani. Sampai kemudian istrinya datang dan membawa uang cash Rp 400 juta, Nasirun kemudian memanggil seorang sales dan ia bilang mau beli cash.
Tentu saja sales itu malu dan bingung melayani. Lari ia mengambilkan teh botol. Nasirun senyum dan cerita ke penulis. “Rasa minumannya sudah tidak enak Mas Yusron. Karena dari hati terpaksa bukan dari hati yang ikhlas. ”Itulah Nasirun. Sahabat yang unik.
Sikap hormat seorang Nasirun kepada tamu-tamunya, kebersahajaan yang luar biasa, adalah kunci awal yang menjadikan karyanya menyentuh hati orang. Teknik melukis, piwai memainkan warna dan pemahaman tentang lukisan yang indah, hanya modal dasar bagi seorang pelukis sukses. Yang lebih utama justru kesuksesan dia menakklukan dirinya. Karya yang indah adalah ramuan penguasaan atas teknik melukis dengan kebersihan hati dan kebersahajaan. *